Jika Aku Ditakdirkan Hidup di Jogja

Jogja adalah impian banyak orang. Salah satunya adalah aku. Bentang alamnya yang indah, kultur budayanya yang kental, kulinernya yang lezat, mahasiswanya yang penuh semangat, angkringannya yang nyaman untuk nongkrong, pantainya yang melambai, dan merapinya yang menantang membuatku ingin membeli menjadikan Jogja sebagai tempat untuk menetap bukan sekedar untuk menginap.

Banyak hal yang membuatku tertarik untuk tinggal berlama-lama di Jogja. Salah satunya, tentu saja, gadis-gadisnya yang aduhai tempat nongkrong yang bertebaran di mana-mana itu. Kalau tidak di angkringan pinggir jalan sambil mengamati warga sekitar beraktivitas, tempat nongkrongku ya di kafe Basabasi. Sementara ini baru ada dua jenis tempat nongkrong favorit. Co-working space tidak masuk di dalamnya. Tentu saja. Di sana kerja, bukan nongkrong.

Rubrik angan dibuat untuk memberi ruang kepada kita semua agar dapat bebas menuliskan angan, harapan, impian, rencana, ataupun keinginan terkait Jogja. So, melalui tulisan ini, aku ingin mencurahkan anganku seandainya keturutan tinggal di Jogja.

Pertama, aku ingin tinggal di dekat pantai. Bisa pantai mana saja. Yang penting masih terjangkau sinyal untuk internetan. Idealnya, sih, keinginanku pantainya yang berupa tebing bukan hamparan pasir. Suara desiran ombak memecah pantai itu biar menjadi terapis alami untukku.

Kedua, tinggal di rumah tradisional. Sekian lama tinggal di kota dengan corak bangunan gedung dan rumah yang cenderung monoton berbentuk kubus membuatku jenuh. Aku ingin menikmati betapa nikmatnya tinggal di rumah joglo atau rumah tradisional lainnya. Merasakan semilir angin yang menembus dinding-dinding rumah rasanya sungguh luar biasa. Tempias air hujan melalui celah-celah genting yang kadang mengenai muka saat mengintip pacar tetangga rebahan manja rasanya benar-benar aduhai.

Ketiga, bisa berkebun. Aku membutuhkan waktu untuk melupakan sejenak hiruk pikuk permasalahan hidup dengan berkebun. Yak! Aku tahu kalau berkebun itu bagian dari permasalahan hidup. Tapi bagiku, paling tidak, berkebun menjadi obat mujarab untuk menenangkan hati dan pikiran.

Keempat, tinggal bersama orang terkasih. Tidak mungkin juga dong aku menikmati hidup ini sendirian. Tentu saja aku butuh pendamping. Nabi Adam yang tinggal di surga dan serba keturutan apa yang diinginkan saja masih butuh pendamping. Apalagi aku yang tinggal di dunia serba tidak jelas ini. Paling tidak istriku lah yang menemani.

Kelima, mendongeng untuk mereka. Aku selalu membayangkan bisa mendirikan panti jompo untuk menampung simbah-simbah sepuh yang kurang beruntung mendapat perhatian dari keluarganya. Aku ingin melihat mereka tersenyum bahagia di masa tuanya. Aku ingin mereka meninggalkan dunia dengan bahagia. Bukan karena terpaksa.

Sebetulnya masih banyak hal yang ingin kutulis. Tapi biarkan aku sambung lain kali saja. Toh kalian tidak suka membaca tulisan panjang, bukan? Ehehehehe

Tinggalkan komentar